Tulungagung – Kabupaten Tulungagung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur (Jatim) yang menjadi kantong-kantong Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sekarang berubah menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Kantong-kantong PMI di antaranya di wilayah Kecamatan Kalidawir, Rejotangan, Pucanglaban, Tanggunggunung, Besuki dan Bandung.
Sebagai salah satu organisasi yang mempunyai kepedulian terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) Pimpinan Cabang Fatayat NU Kabupaten Tulungagung bekerjasama dengan Unit Pelaksana Teknis Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Wilayah Surabaya melaksanakan sosialisasi penempatan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Kantor Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Kalidawir pada Jum’at (18/09/2020).
Menurut Ketua Fatayat NU Kabupaten Tulungagung, Siti Khusnul Khotimah pelaksanaan sosialisasi ini sengaja dilaksanakan di wilayah Kecamatan Kalidawir yang merupakan salah satu kecamatan yang warganya banyak sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI).
”Banyak anggota keluarga, saudara dan tetangga Pengurus NU, Banom NU se-Kecamatan Kalidawir sebagai PMI sehingga pasca sosialisasi ini di harapkan mereka memberikan wawasan kepada warga yang akan bekerja ke luar negeri agar dapat aman berdasarkan data yang ada,” jelas Khusnul.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tulungagung melalui Kabid Penempatan Tenaga Kerja, Trining, saat menjadi salah satu narasumber dalam acara tersebut mengatakan, bahwa berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Nomor 3/20888/PK.02.02/VII/2020 tentang Penetapan Negara Tujuan Penempatan Tertentu bagi PMI pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), ada 12 negara yang kini sudah bisa menerima kembali PMI. Di antaranya Aljazair, Hongkong, Korea Selatan, Maladewa, Nigeria, Uni Emirat Arab, Polandia, Qatar, Taiwan, Turki, Zambia, dan Zimbabwe.
“Untuk saat ini hanya 12 negara tersebut yang sudah bisa menerima PMI kembali,” ungkapnya.
Perempuan ramah itu mengatakan, pendafataran PMI di Tulungagung sudah dibuka kembali. Pendaftaran PMI tersebut sudah dibuka kembali sejak satu minggu memasuki adaptasi Kebiasaan baru (AKB).
Ia juga berharap para calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Tulungagung dapat bekerja dengan aman dengan melalui jalur resmi, sehingga tidak menyesal kemudian, karena tak jarang para PMI asal Tulungagung baru di ketahui bekerja keluar negeri setelah ada masalah yang menimpanya seperti terjerat hukum atau kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian. Dalam hal ini pemerintah tidak dapat berbuat banyak karena yang bersangkutan berangkat sebagai PMI secara illegal.
Berdasarkan data di Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Tulungagung, dari tahun ke tahun jumlah PMI asal Kabupaten Tulungagung ada kenaikan 30 persen. Tenaga kerja migran asal Tulungagung saat ini sejumlah 6.000 orang dibanding tahun sebelumnya berjumlah 4.000-an.
Perlu diketahui juga, PMI terbagi menjadi tiga macam. Yakni PMI formal, pekerja yang berpendidikan; informal, PMI yang secara pendidikan dapat dikatakan kurang dan PMI mandiri, orang yang bekerja di luar negeri secara mandiri dengan kemampuan yang dimiliki. Jika dipersentasekan, PMI formal di Tulungagung mencapai 40 persen, PMI non formal mencapai 60 persen, dan untuk PMI mandiri mencapai 2 persen. Angka PMI formal semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jadi jika melihat persentasenya, 40 persen PMI di Tulungagung adalah orang yang memiliki pendidikan secara akademik dan biasanya ini bekerja di pabrik, pengeboran, dan sebagainya. Sedangkan 2 persennya adalah PMI yang telah bekerja di luar negeri dengan kemampuan sesuai spesifikasi perusahaan di luar negeri dan tentu dengan gaji tinggi.
Sementara itu Johan Marhani selaku Kepala Urusan Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Wilayah Surabaya, dalam kesempatan tersebut menyampaikan, bahwa dengan munculnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia akan terjadi perubahan fundamental dalam hal tata kelola Pekerja Migran Indonesia (PMI). Ini merupakan momentum untuk mewujudkan PMI dan keluarganya yang sejahtera sebagai aset bangsa.Hal tersebut bisa diwujudkan, salah satunya dengan meningkatkan PMI terampil dan profesional ke luar negeri.
“Untuk memperoleh PMI terampil dan profesional perlu langkah-langkah konkrit untuk mencapainya. Salah satunya dengan melakukan pelatihan dan pengembangan skill di BLK (Balai Latihan Kerja), sebelum PMI bekerja di negara penempatan,” ujar Johan.
Sementara itu, Ketua Umum fatayat NU Pusat Anggia Ermarini yang Juga anggota Komisi IX DPR RI melalui video callnya berharap masyarakat Tulungagung yang bekerja sebagi PMI keluarga negeri tidak tergiur dengan calo atau PJTKI yang menjanjikan gaji besar tanpa dilengkapi dengan administrasi resmi sebagaimana tercantum dalam undang undang.
“Ada syarat yang penempatannya telah ditentukan, terutama skill bahasa, karena ini selalu menjadi kendala utama PMI yang telah bekerja di luar negeri. Tak lupa persiapan yang matang,” ujarnya.
Masih menurut Anggia Ermarini, jika ingin bekerja di luar negeri haruslah mempersiapkan diri terlebih dahulu dan menghindari penyalur/agen yang ilegal.
“Pelatihan skill itu perlu untuk menunjang pekerjaan. Jadi masyarakat dihimbau untuk matang persiapan sebelum berangkat ke luar negeri,” ucap wanita berjilbab ini.
Selain itu, masyarakat juga diberikan pengetahuan akan pentingnya pemberangkatan secara prosedural. Dengan adanya pengetahuan dan pemahaman mengenai prosedur penempatan yang benar, diharapkan angka pekerja migran ilegal akan semakin berkurang dan semakin meningkatnya pekerja migran Indonesia yang formal dan terlatih.
Kontributor: Khoirul
Editor: —
Komentar Terbaru